SELAYANG PANDANG DESA PARA
PROFIL DESA PARA & SEJARAH SINGKAT DESA PARA
Jaman dahulu diperairan sebelah timur pulau Para terapung sebuah kapal Portugis. Kapal tersebut berada ditengah-tengah arus laut yang kuat dan gelombang yang besar sehingga terputar-putar dan tenggelam. Beberapa tahun setelah kejadian tersebut, dilokasi tenggelamnya kapal tersebut tersebut muncul /terbentuk sebuah pulau yang sama persis seperti bentuk kapal. Karena kapal tersebut berputar-putar (bahasa Sangihe "timenung") maka pulau tersebut dinamakan pulau Nenung. Pada saat tenggelamnya kapal tersebut, salah seorang penumpang wanita bernama Beatrix terdampar di sebuah pantai dan ditemukan oleh 3 orang dotu yang bernama Takapaha, Dolongpaha, dengan saudara perempuan mereka bernama Tanina. Beberapa saat kemudian Beatrix meninggal dan oleh ketiga dotu tersebut dimakamkan disalah satu bukit. Di bukit tersebut tumbuh pohon kamboja, maka bukit tersebut dinamakan bukit kamboja yang oleh mereka di jadikan gunung keramat. Kemudian ketiga dotu tersebut menanam pisang diseluruh areal perkampungan dan mereka membuat tempat menyimpan buah pisang yang mereka namakan Paha persis seperti tempat penjemuran ikan, karena pada saat itu buah pisang sangat banyak dan mereka tidak mampu menyimpannya, bahkan yang lain rebah sendirinya (bahasa Sangihe "maleka sisane") maka mereka menamakan tempat tersebut Para dengan nama sasaharanya malekaheng (dari kata maleka sisane). Pada saat itu pusat pemerintahan berada di pulau Siau yaitu di Pashen (bahasa belanda pusat pemerintahan) saat ini lokasi tersebut dikenal dengan nama Kampung Paseng. Ketiga dotu tersebut menjual pisang hasil panen mereka ke Paseng dan kembali dari Siau Paseng mampir (bahasa Sangihe " naotong") disebuah pulau. Setelah diteliti ternyata pulau tersebut merupakan tempat ikan malalugis, jika malam hari ikan tersebut seperti kunang-kunang (sejenis serangga yang mengeluarkan cahaya pada waktu malam) didalam air (bahasa Sangihe "maluha") maka pulau tersebut oleh mereka disebut pulau Singgaluhang hingga saat ini menjadi tempat mencari ikan dengan alat tradisional seke. Beberapa tahun kemudian dotu Takapaha dan Dolongpaha mengambil 2 orang perempuan dari Paseng untuk dijadikan istri mereka.
Setelah mendapat keturunan mereka menciptakan alat menangkap ikan yang mereka namakan Seke yaitu alat tangkap ikan yang terbuat dari bulu tui, " bulu tui" (bambu kuning kecil) "gomutu" (ijuk) dan kayu "nibong" (batang nira) serta daun kelapa.
Setelah itu datang lagi sebuah kapal di kampung Para dan kapten kapal tersebut bernama Kasenda. Kasenda tinggal bersama dengan mereka di kampung Para, Salah satu penumpang kapal tersebut seorang laki-laki asal kerajaan Tahuna meminang Tanina saudara perempuan Takapaha dan Dolongpaha untuk dijadikan istrinya. Kemudian suami Tanina merasa tertarik dengan alat tangkap seke. Maka atas ijin kedua iparnya, Tanina dan suaminya membawah, seke ke Tahuna dan mencoba di salah satu tanjung (bahasa sangihe tonggene ) dan berhasil mendapatkan ikan malalugis, kemudian tanjung tersebut dinamakan tonggeng Pananekeng sampai sekarang. Setelah mereka berkumpul lagi di kampung Para dan beranak cucu, mereka mengangkat Kasenda menjadi pemimpin mereka karena dia berasal dari Kapten Laut, yang mereka sebut Kapitalaung (sebutan kepala desa saat ini).
GAMBARAN UMUM DAERAH DESA PARA
Para merupakan salah satu Desa dari tujuh desa di Kecamatan Tatoareng Kabupaten Kepulauan Sangihe provinsi Sulawesi utara. Sesuai data Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri, Kampung Para memiliki Kode 7103041001 sebagaimana Sistem Informasi Desa dan Keluaran Kementerian Dalam Negeri.
KONDISI GEOGRAFIS DESA PARA
Desa Para merupakan wilayah Pulau dalam satu kawasan Kepulauan di Kecamatan Tatoareng, letaknya ± 5 mil dari Ibukota Kecamatan dengan luas wilayah + 461,11 ha. Desa Para berbatasan langsung dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Para 1 Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sitaro Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi
Desa Para terdiri dari 7 buah pulau masing-masing sbb :
1. Pulau Para
2. Pulau Nitu
3. Pulau Nenung
4. Pulau Bowondeke
5. Pulau Mamalokong
6. Pulau Singgaluhang
7. Pulau Sela
uniknya peta Desa Para Lelle ini mirip sekali dengan salah satu spesies Kuda Laut yang terkecil di dunia dan unik yaitu Pygmy Seahorse
Sumber Foto : WIRED
POTENSI DESA PARA
Desa Para sebagai kawasan kepulauan dengan 7 buah pulau memiliki potensi wisata bahari yang menarik untuk dikunjungi dan dinikmati. Hamparan pasir putih dari beberapa menjadikan daya tarik tersendiri untuk wisatawan lokal maupun wisatawan manca negara. Selain itu daya tarik terumbu karang dengan keunikan spesies dan biota bawah air untuk para Diver.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para Lelle
Potensi sumberdaya perikanan menjadi salah satu primadona desa Para, karena sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah nelayan. Desa Para juga salah satu pemasok produksi perikanan baik pasar kecamatan maupun di pasar di Kota Kabupaten. Potensi perkebunan kelapa juga menjadi salah satu potensi masyarakat yang bermukim di desa Para.
Hasil tangkapan ikan dari nelayan Desa Para per bulan rata2 ikan sahamia 800 kg dan rata2 ikan pelagis kecil 50 ton.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
Di Pulau Para, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara terdapat tradisi bahari yang unik yaitu tradisi menjaring ikan menggunakan alat tangkap tradisional Seke
Tradisi Seke mempunyai nilai sosial sangat tinggi yaitu kebersamaan warga Pulau Para untuk menangkap dan membagi hasil tangkapan ikan secara merata kepada seluruh warga.
Tradisi Seke kental dengan kearifan menjaga lingkungan karena Seke tergolong alat penangkap ikan yang ramah lingkungan dan adanya aturan masa konservasi pengembangbiakan ikan selama 6 bulan.
Tradisi Seke mulai ditinggalkan pada 2003 sejak peristiwa perebutan lokasi pencarian ikan di Pulau Sanggeluhang yang menewaskan 5 warga dan 1 orang anak kecil. Banyak tantangan untuk menghidupkan tradisi Seke–Maneke
Saat ini Tradisi Seke-Maneke sudah kurang atau bahkan tidak lagi digunakan. Tetapi pemerintah Desa Para dan masyarakat bersepakat untuk menghidupkan lagi tradisi menangkap ikan dengan menggunakan seke.
Kegiatan Adat Seke Meneke Desa Para Lelle
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para Lelle
Desa Para sebagaimana desa-desa lain pada umumnya yaitu mempunyai iklim panas. Hal ini sangat berpengaruh pada usaha pengolahan ikan asin dimana 90% mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan. Kependudukan Penduduk Desa Para didominasi oleh penduduk asli suku sangihe. Desa Para mempunyai jumlah penduduk 1044 jiwa dengan rincian menurut jenis kelamin 918 Laki - Laki dan 515 Perempuan.
Desa Para memiliki potensi wisata sejarah diantaranya adalah
Wisata sejarah ini sudah banyak dikunjungi oleh orang asing dan wisatawan lokal
BUKIT KALI SUSU
Bukit Kali Susu ini adalah tempat makam anak Raja Portugis yang bernama Beatrix, dahulu setelah Beatrix meninggal Presiden Dr. (HC) Ir. Soekarno Hatta pernah mengunjungi makam anak Raja Portugis ini. Di area makan Beatrix ini memiliki koin koin uang yang sudah lama mulai dari tahun 1600san sampai 1900san
Makam ini memiliki Bunga Kamboja yang berukuran hampir sama besar dengan Pohon Beringin.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
MAKAM RAKSASA SIAGE
Makam Raksasa Siage, dulu kalah Raksasa ini ada Raksasa yang sangat di benci oleh masyarakat Desa Para, karena Raksasa ini selalu mencuri hasil ikan dari masyarakat, pada suatu hari ada beberapa Nelayan dari Sanger Besar bersama masyarakat Desa Para sudah membuat rencana untuk membunuh Raksasa ini dengan senjata Khas Sangihe yaitu Karai (Tombak Besi) dan seiring berjalannya waktu Raksasa itu berkasil dibunuh dan dimakamkan dengan perahu besar dari nelayan di area Bukit Salise.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
GOA BAWAH LAUT
Goa Bawah Air ini adalah tempat persembunyiannya Tentara dari Filipina yang sedang di cari oleh rentara Portugis dan sampai sekarang Goa ini menjadi tempat yang sangat aneh dan unk karena di dalam goa ini memiliki pantai yang kecil dan memiliki udara untuk bernafas
TARIAN KEBUDAYAAN DESA PARA
Desa Para memiliki beberapa tarian adat kebudayaan, diantaranya :
Tarian Upase diambil dari kata “ Opas “, yaitu Pengawal Raja atau penjaga istana dan juga sebagai pesuruh khusus. Dengan demikian Tari Upase adalah tari yang melambangkan tindakan pengawalan terhadap sang raja, baik dalam perjalanan maupun di dalam istana.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
2. Tarian Gunde
Pada awalnya tarian gunde ditarikan secara perorangan dikampung-kampung oleh para wanita yang masih perawan pada upacara perkawinan yang menggambarkan kesucian seorang wanita sangihe. Gunde dalam bahasa sangihe berarti lambat.
( A. Takaonselang-Manganitu,wawancara. 2006).
Pada suatu masa masuklah kesenian ini menjadi bagian dari kesenian Istana dikerajaan Manganitu. Penari dipilih dari penari-penari terbaik di tiap kampung. Gerak dasar tari gunde teradaptasi dari tari lide. Mulanya tarian ini dipentaskan sebagai tarian hiburan untuk raja, kemudian berubah fungsinya menjadi tarian penjemput tamu penting kerajaan yang dilakukan di depan istana. Seiring perkembangan waktu, ada beberapa penari gunde istana lalu menjadi selir raja. Persebaran penari gunde meliputi semua wilayah kerajaan Manganitu.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
3. Tarian Alabadiri
Tari Alabadiri adalaha tarian tradisional asli daerah Sangihe Talaud yang diciptakan oleh Raja Daleroh Sulung, pada tahun 1718. Ketika tarian ini dipentaskan dalam acara kerajaan yang dihadiri oleh pejabat Pemerintah Belanda, maka orang Belanda itu menjadi kagum dan puas sehingga ia berucap “ ALBARDIR “ yang artinya pengawal. Kata Albardir langsung menjadi nama tarian tersebut. Namun karena dialeg warga Sangihe pada waktu itu, maka sebutannya menjadi “ ALABADIRI “ .
Tari Alabadiri menggambarkan pengawal bagi sang raja dan mengandung muatan spiritual yang cukup dalam. Tari ini dilakonkan oleh 13 orang ( 1 orang sebagai pengataseng/pemimpin ) jumlah ini sama dengan jumlah pengawal raja saat berada di ats perahu.
Foto Sumber : Barta1.com
4. Tarian Masamper
Masamper adalah kesenian tradisional masyarakat Noorder Einlanden (Bahasa Belanda).
Noorder Einlanden artinya pulau-pulau lebih utara atau populer disebut Nusa Utara, atau SaTaS (Sangihe, Talaud dan Sitaro).
Masamper merupakan warisan leluhur berharga sejak abad XIII, yang berkembang dan dipelihara secara turun-temurun.
Saat itu bukan Masamper namanya, tetapi Tunjuke (tunjuk).
Tunjuke dinyanyikan secara massal dalam bentuk paduan suara atau koor sebagai seni pertunjukkan rakyat yang dinamis.
Yang dimaksud dengan Tunjuke adalah, jika lagu selesai dinyanyikan dan orang yang ditunjuk bersamaan dengan berakhirnya lagu dinyatakan sebagai pemimpin baru untuk menyanyikan sebuah lagu.
Kesenian Masamper merupakan grup seni bernyanyi yang memadukan dua unsur utama, yaitu vokal dan sentuhan geraka harus seirama, disertai dengan gerak tari dari si pembawa lagu (pengaha) dalam tradisi Masamper, tidaklah sekadar menyanyi bersama anggota. Bagian tengah lokasi masamper dibiarkan kosong, menjadi tempat bagi mereka yang mendapat giliran memimpin lagu.
Masamper merupakan media pengungkapan jiwa, mengekspresikan jati diri dan secara khusus memiliki nilai yang universa, religius, interaksi sosial, historis, cinta bangsa dan tanah air, pendidikan dan identitas kultural.
Foto Sumber : Pemerintah Kab. Sangihe
5. Ampa Wayer
Ampa wayer adalah jenis tarian berkelompok yang diiringi dengan musik, dan dipimpin oleh seorangkapel, dalam bahasa Sangihe disebut pangataseng atau pangaha. Ampa Wayer dikelompokkan sebagai kesenian rakyat bukan kesenian Istana. Kesenian ini berfungsi sebagai hiburan rakyat.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
6. Budaya Beca
Tarian Beca merupakan tradisional dari masyarakat Desa Para. Tarian Beca biasanya di lakukan pada saat merayakan Natal sampai tahun baru dengan maksud mengiring kelompok untuk silaturahmi ke sesama warga yang ada di desa.
Tarian Beca pada awalnya di iringi dengan alat musik tradisional akan tetapi seiring bekembangnya teknolgi tarian beca suda di iring dengan musik yang moderen.
Sumber Foto : Pemerintah Desa Para
PEMASARAN DIGITAL
Desa Para sudah membangun mitra kerjasama dengan AVMS Atourin dalam penjualan tiket trip online
Bagi wisatawan yang penasaran dengan paket wisata yang di tawarkan oleh Desa Para silahkan klick link dibawah ini untuk memesan tiket Trip Negri 8 Pantai
dengan berbagai kategori tiket wisatawan dapat memilih paketanya ada yang 2 Hari 1 Malam dan 3 Hari 2 Malam.